Kamis, 19 November 2009

Dakwah, Kenapa Mesti Untung Rugi

Dakwah adalah sebuah pekerjaan mulia. Dakwah itu merupakan pekerjaan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Dakwah itu merupakan pekerjaan untuk membebaskan manusia dari kemaksiatan menuju ketaatan kepada Allah.

Islam itu syamil, oleh karena itu dakwah juga harus syamil. Dakwah haruslah menyeluruh dari aspek objeknya maupun lingkupnya. Apakah sosial atau ekonomi, hukum atau perundang-undangan, politik atau Negara. Dakwah juga harus menyentuh birokrasi atau parlemen, tapi jangan lupa masyarakat. Apalagi keluarga dan individu.

Dakwah itu harus syamil. Jangan sampai peras keringat urus Negara dan pemerintahan, tetapi anak jadi berandalan, diri lupa al ma’tsurat, tambah lagi hilang hafalan surat.

Dakwah itu harus syamil. Jangan sampai dari dulu sampai sekarang tarbiyah nafsiyah melulu tanpa pikir kebaikan masyarakat, bangsa dan Negara.
Semuanya bisa berjalan, ketika kita semuanya ikhlas.

Ketika kita ikhlas dalam berjuang, tidak ada yang kita cari dalam dakwah ini kecuali ridha Allah kepada kita. Kita berjuang bukan dalam mengambil manfaat dalam dakwah ini. Apalagi yang sifatnya materi. Na’audzubillah. Tapi, memang tidak perlu dipungkiri. Semuanya bisa terjadi kepada kader dakwah, oleh karena itu kita berlindung darinya.

Ketika kita semuanya ikhlas, tentunya dakwah kepada diri sendiri itu sama utamanya dengan dakwah kepada keluarga. Dakwah kepada keluarga itu sama utamanya dengan dakwah kepada masyarakat. Dakwah kepada masyarakat itu sama utamanya dengan dakwah dalam lingkup pemerintahan. Dengan begitu semuanya pasti tidak akan pernah terabaikan. Karena kader yang ikhlas itu melihat semuanya utama. Bukan karena materi yang dihasilkan, tetapi pahala yang dikucurkan oleh Allah Azza Wa Jalla. Bahkan Kader yang ikhlas itu malah siap mengorbankan hartanya, atau bahkan jiwanya untuk memperjuangkan dakwah ini. Subhanallah.

Tetapi coba perhatikan jika ada ikhwah yang tidak ikhlas dan mengambil manfaat dari dakwah ini. Maka akan terlihat bahwa dia sibuk untuk meraih simpati masyarakat kepada hizb, tapi lupa dengan tarbiyah. Dia tidak sibuk dengan tarbiyah nafsiyah, dia tidak pedulikan tarbiyah keluarganya. Karena melihat lebih utama meraih simpati karena bisa memenangkan aspek siyasah dan kekuasaan. Yang ujungnya adalah keuntungan.

Bukan salah pada kekuasaan. Karena orang baik yang lebih berhak akan kekuasaan. Tetapi yang salah adalah niat dan motivasi. Yang bermasalah adalah landasan amal dalam bergerak, bukan ruang lingkup dalam dakwah itu.

Tanzhim ini merupakan tanzhim dakwah, bukanlah tanzhim siyasah semata. Ada istilah hizb huwal jama’ah, al jama’ah huwal hizb. Jadi walaupun hizb, itu tidak merubah status pekerjaan dan cita-citanya untuk membaikkan semua manusia ini agar kembali kepada jalan Allah. (titik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar