Dalam tingkatan amal, seorang al akh harus mengetahui bahwa setelah ishlahun nafs, atau perbaikan diri, adalah takwin baitul muslim, yaitu membentuk keluarga islami. Hal ini menandakan seorang muslim mau tidak mau harus melalui fase ini. Setiap manusia pasti menjalani fase ini, namun bedanya dengan muslim adalah seorang muslim menjadikan keluarga sebagai rangkaian dari terwujudnya visi besarnya. Bukan hanya sebatas pemenuhan fitrah saja sebagai seorang insan. Ini yang sepertinya menjadi titik berat dari tulisan ini.
Pernikahan memang sesuatu yang indah (katanya.red), sesuatu yang menyenangkan (katanya juga.red). Oleh karena itu, hampir-hampir setiap ikhwah sangat memimpikannya. Tidak masalah hal itu, tetapi ada beberapa yang perlu diperhatikan.
Ketika kita memandang arti sebuah pernikahan, kita harus memahami bahwa ini merupakan proses yang sakral. Perjalanannya hingga akhir hidup, pertaliannya tak putus, perjanjiannya agung.
Ustadz Saiful Akib, Lc pernah mengatakan bahwa sepasang pengantin harus menyadari bahwa pernikahan itu ibarat gunung. Ketika dari jauh kita melihat gunung begitu indah, berwarna biru syahdu, begitu menyenangkan melihatnya. Tetapi ketika dilihat semakin dekat, pemandangan itupun kemudian berubah menjadi dataran kasar penuh bebatuan. Apa artinya ?!!!
Seorang muslim jangan hanya memandang pernikahan hanya sebatas hubungan antara ikhwan dan akhwat yang sah saja, jangan pula hanya memandang sebagai tempat bermanja-manja dan memanjakan. Yang karena alasan ini, kemudian begitu menggebu-gebu menuju jenjang pernikahan. Alasan ini terlalu remeh dan kecil dibandingkan tujuan dari pernikahan itu sendiri, yaitu takwin baitul muslim.
Sebelum takwin baitul muslim, ada ishlahun nafs. Untuk membentuk keluarga muslim, akan terasa tidak mungkin terjadi dan terbentuk dari pemuda-pemudi preman yang menikah, apalagi lewat pintu zina. Na a’udzubillah. Akan tetapi akan terwujud bila pribadi di dalamnya telah terbentuk kepribadiannya. Usaha pembentukan keluarga muslim akan menjadi semakin nyata bila keduanya memiliki visi dan cara pandang yang sama terhadap tujuan pernikahan itu sendiri.
Sesungguhnya laki-laki yang baik diperuntukkan untuk perempuan yang baik-baik, begitu pula sebaliknya.
Apa kaitan antara ishlahun nafs dengan takwin baitul muslim ?
Suatu ketika saya sholat jama’ah di sebuah mushola. Kebetulan di samping saya ada beberapa anak kecil. Ketika sholat jama’ah, anak-anak ini ributnya bukan main. Bahkan sampai hampir menjatuhkan saya. Hati merasa jengkel terhadap anak tersebut. Tetapi setelah itu, saya tersadar bagaimana nantinya bila mempunyai anak. Bagaimana jika menghadapi anak seperti itu? Padahal Rasulullah begitu penyayang terhadap anak, beliau senang menciumi anak-anak kecil. Masak, kita baru segitu saja sudah jengkel. Masya Allah.
Suatu ketika juga, saya melewati sebuah jalan kecil dekat rumah. Di pinggir jalan, terdapat anak kecil bernama Maulana. Saya biasa menggoda anak ini. Ketika saya pegang pipinya, tiba-tiba muka saya dilempar dengan bungkus yakult. Kaget luar biasa, masya Allah ini anak. Ketika itu pula saya berpikir, bagaimana nantinya cara membina anak agar bersikap sopan terhadap orang lain ya.
Seorang ikhwan harus menyadari fungsinya dalam rumah tangga. Suami adalah rabbatul usrah, atau pemimpin keluarga. Ayah merupakan murabbi bagi istri dan anaknya. Istri dan anaknya juga menjadi tanggung jawab penuh suaminya. Kebaikan-keburukan istri dan anaknya menjadi tanggung jawabnya. Baik dari segi agama, ekonomis, biologis, psikologis, dll. Istri dan anak memiliki hak penuh atas nafkah suaminya. Bagaimana jadinya bila seorang suami tidak mampu membiayai nafkah keluarganya ?
Seorang akhwat juga harus menyadari fungsinya dalam rumah tangga. Istri adalah rabbatul bait, atau pemimpin rumah tangga. Istri adalah murabbi bagi anaknya, dia berkewajiban untuk mendidik, memelihara, mengembangkan dan mengarahkan anak dengan baik. Seorang ibu harus memahami bagaimana tahapan mendidik anak. Murabbi, salah satu aspek pentingnya adalah keteladanan. Ibu merupakan sesosok yang sering berinteraksi dengan anak. Di sinilah transfer nilai akan terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Akhlak begitu sangat penting, agar anaknya pun tumbuh dalam akhlak yang mulia.
Ketika kita melihat secuil fenomena dan fungsi di atas. Ternyata seorang ikhwan maupun akhwat harus memiliki integritas yang baik jika ingin keluarganya menjadi keluarga yang sakinah, mawwadah war rahmah.
Bayangkan jika ayah-ibunya suka tidur habis subuh, senang lihat infotainment (bener ga tulisannya.red), suka gossip tetangga (karena waktu mahasiswa suka gossip juga!!), wah apa jadinya jundinya ini nanti kalau abi-umminya amburadul…..
Yang dimaksud integritas disini adalah karakter atau muwashofat unggul yang telah melekat dalam jiwa dan menjadi nafas kehidupan…..
Bagaimana akidahnya, ibadahnya, akhlaknya, kekuatan jasadnya, wawasannya, kemandiriannya, kesungguhannya, dll. Semuanya keunggulan karakter ini harus menyatu dalam nafas kehidupan, karakter yang melekat kuat.
Ikhwah fillah rahimakumullah, sekali lagi karakter kuat yang melekat dalam jiwa. Bukan hanya sekedar karakter semu yang pasang-surut muncul dalam jiwa.
Inilah yang sering ana tekankan pada mad’u dan mutarabbi. Bentuklah karakter terbaikmu sehingga menjadi nafas kehidupanmu. Karakter yang sangat melekat. Sebagai contoh, saya memiliki suara yang katanya hampir tak terdengar. Setelah saya renungi, inilah karakter suara saya. Dimana pun dan kapanpun tidak berubah, seakan-akan terus melekat. Sampai-sampai, setiap orang dari keluarga hingga tetangga; mahasiswa sampai dosen, para puket hingga ketua sekolah tinggi; adik kelas hingga kakak kelas sudah memahami begitu detailnya bahwa mereka harus diam ketika saya berbicara jika ingin terdengar apa yang saya katakan (^_^). Itulah karakter.
Begitu pula dengan karakter yang terbantukan dalam 10 (sepuluh) indikator muwashofat kita. Semuanya harus menjadi nafas kehidupan kita, melekat sampai kapanpun.
Saya akan coba memaparkan seorang al akh yang belum bisa menjadikan karakter sebagai nafas kehidupan. Semoga Allah menjaga kita dari sifat-sifat yang dimilikinya.
Ada seorang al akh yang dirinya menjadi seorang aktivis sejati (kelihatannya.red). Bagaimana tidak, aktivitasnya luar biasa semangat. Kalau bicara luar biasa memesona. Seakan-akan dicap sebagai ikhwah sejati. Tetapi itu di tempat dan tempat tertentu saja akhi. Jangan salah….
Tahu nggak, bagaimana keadaan di rumahnya. Ternyata di rumah, dia hobbi tidur, suka bermalas-malasan, kurang kerjaan, sering nonton gossip dan telenovela, matanya gak berkedip ketika lihat perempuan cantik di kotak setan, canel gak dipindah ketika ada adegan bejat muncul di balok iblis…..
Apa-apaan ini !???
Karakter apa ini !???
Ada seorang akhwat yang begitu ngakhwat ( bahasa apa ini ya !??.red). Jilbabnya begitu lebar, aktivitasnya begitu luar biasa. Semangat !!!! gaya bicaranya ngikhwah, militan dan ndalil. Tetapi, sekali lagi, itu kalau di syura-syura aja ukhti. Beda jika di kontrakan….apalagi di rumah orang tua yang ga ada ikhwahnya….Luar Biasa beda…!
Ternyata, dirinya suka ghibah. Wah, setiap hari selalu ada acara bicarain orang lain. Selain itu, ternyata si akhwat ini jarang mandi karena sering dakwah (che ilee…); kaos kakinya yang putih berubah menjadi kaos kaki hitam karena jarang dicuci; tontonannya Indonesian idol apalagi kalau ada cowok cakep lan keren, semangatnya minta ampun; masya Allah.
Itu kasus ekstrim akhi wa ukhti fillah, yang ana berkhusnudzan antum/na tidak demikian adanya,
Ada kasus yang tidak terlalu ekstrim yang menjadi kasus tidak melekatnya karakter dalam jiwa……
Sebelum ana menyampaikan contoh kasus lainnya, ada sebuah tulisan singkat tentang sebagian ajaran agama ini yang saya yakin seluruh ikhwah aktivis dakwah insya Allah sudah paham akan hal ini;
“ Al mu’minun berbeda dengan muslimun. Al mu’minun memiliki karakter yang khas dan berbeda dengan orang yang hanya muslim saja (lihat QS Al Hujurat : 14-15). Al mu’minun memiliki ciri-ciri seperti yang tersebut dalam surat 23 ayat 1-11. Yang dengannya, dirinya meraih keberuntungan dan kemenangan. (Lihat ayat pertama, qad aflahal mu’minun). Aflaha, keberuntungan dan kemenangan (Al Falah). Merekalah yang beriman, khusyuk sholatnya, menunaikan zakat, terjaga dari (laghwun) sesuatu yang tak berfaedah, menjaga kemaluannya, menunaikan amanah dan menepati janji, serta memelihara sholat.
Apa yang bisa diambil benang merah dari ayat tersebut. Benang merahnya adalah bahwa seseorang disebut sebagai al mu’minun ketika nilai-nilai Islam telah menyatu dalam kehidupan dan jiwanya. Syu’ur, Suluk, Fikrah dan I’tiqad dirinya telah menyatu dengan nilai-nilai Islam secara menyeluruh tanpa terkecuali. Oleh karena itu tidak aneh, seorang mu’min mampu khusyuk dalam sholat, terpelihara dari hal yang tidak bermanfaat, dan memelihara dari kekejian, mampu memenuhi amanah dan menepati janji. Itu semua karena seluruh jiwanya telah menyatu dengan Islam itu sendiri.”
Ada sebuah hadist yang menyebutkan :
Man kaa na yu’minu billah wal yaumil akhir falyaqul khoiran au liyashmut;
Wamankaa na yu’mu billah wal yaumul akhir falyukrim jaarahu;
Wamankaa na yu’minu billah wal yaumil akhir falyukrim dhaifah. (HR.Muttafaqun Alaih)
Lihatlah ikhwah sekalian, Rasulullah saw mengaitkan iman dengan berkata yang baik atau diam, memuliakan tetangga, dan tamu. Subhanallah. Ini iman akhi, iman.
Ikhwati rahimakumullah, iman bukan hanya dengan militan saja ketika bersikap, banyak puasa, banyak sholat hingga jidatnya hitam legam, jenggotnya lebat kayak Usama bin Laden. Iman bukannya hanya lantang ketika mengucapkan takbir dalam pertemuan-pertemuan, bukan hanya ketika banyak hafalan Qur’an.
Ada seorang al akh yang luar biasa ibadahnya, hafalannya mungkin tergolong banyak di banding yang lain, kalau dilihat dalam syura…..Militan men…! Daya analisisnya T-O-P. Kontribusinya nomor wahid…
Tetapi itu kalau dakwah…..Beda kalau mu’amalah….
Dirinya selama empat tahun tinggal di kontrakan, sedikitpun tidak kenal dengan tetangga di sekitarnya. Gak pernah menyapa, seakan-akan manusia yang ada di dunia ini hanyalah manusia-manusia kampus, lain tidak. Kalau ada teman yang berkunjung, tidak dijamu dengan baik, tetapi dibiarkan begitu saja, malahan ditinggal pergi….masya Allah
Ada juga seorang ukhti yang hafalannya seabrek-abrek, kalo bicara militan, jilbabnya nyar’i. Tetapi kalau bicara sama temannya nylekitnya bukan main, mulutnya suka komentar, hingga teman-temannya merasa tidak nyaman dengan mulutnya. Bukan karena baunya, karena itu sudah pasti (he..he..he…), tetapi karena tajamnya lidah yang menusuk jantung hingga ke urat-uratnya. Ya, memang apa yang dikatakan itu ada benarnya, tetapi tusukannya tetap merobek-robek jantung.
Apakah mereka tidak pernah membaca sebuah hadist
Ittaqillaah haitsumma kunta…………….wa khaaliqinnaas bi khuluqin hasan (HR. At Tirmidzi)
Apakah al akh tidak menyadari bahwa termasuk iman-berkata yang baik dan lemah lembut, termasuk iman-memuliakan tetangganya, termasuk iman-memuliakan orang tuanya, termasuk iman-menjaga pandangan dan kemaluan, termasuk iman-memuliakan tamu, termasuk iman-membawa bawaan barang orang lain, termasuk iman-menyingkirkan duri di jalanan, termasuk iman-memberikan uang seribu ke pengemis yang meminta-minta di depan rumah, termasuk iman-menyayangi anak-anak, termasuk iman-menjenguk teman yang sakit, termasuk iman-memberi hadiah ke teman, termasuk iman-tidak tabaruj bagi para akhwat, termasuk iman-menolong teman, termasuk iman-menjaga hati dari kekejian, termasuk iman-menjaga pikiran dari kekejian, termasuk iman-menjaga pandangan dari kekejian, termasuk iman-menjaga mulut dari kedustaan, termasuk iman-menjaga diri dari kemalasan, termasuk iman-menjaga hati dari hasad, iri, sombong, ujub, sum’ah, dan riya…………
Tetapi mengapa ikhwah begitu berat ketika diminta untuk memberikan uang seribu kepada pengemis di depan rumah, mengapa ikhwah begitu berat mengantar saudaranya untuk suatu keperluan, mengapa begitu enggan menolong saudaranya yang kesulitan, mengapa…..? Seakan-akan itu bukan bagian dari tuntuan iman. Dia hanya memahami bahwa iman itu ya ketika sholatnya rajin, puasanya banyak, dakwah nya semangat…Masya Allah, bukan seperti itu akhi….Perbaikilah Pemahamanmu…!
Ikhwah rahimakumullah, jangan persempit wawasan antum tentang aturan dan nilai Islam sebatas fikih-fikih ahkam saja, jangan persempit Islam hanya dengan ibadah saja, sehingga seakan-akan antum sudah hebat keimanannya karena selalu berpuasa, selalu tahajud, ataupun selalu semangat dakwah di kampus. Tetapi di sisi lain, engkau tidak menjaga pandangan ketika melihat TV, engkau tidak menjaga pendengaran dari musik jahiliyah, engkau tidak berinteraksi dengan tetangga, engkau tidak memuliakan tamu……….
Maka Perbaikilah Imanmu…!
Hubungannya dengan Takwin Baitul Muslim ??!!!!
Saya hanya bisa memisalkan,
Ada seorang ikhwan menikah dengan seorang akhwat. Si akhwat ini punya kebiasaan komentar, bahasanya nylekitnya bukan main; sedangkan si ikhwan orangnya perasa, pendendam dan pemarah. Bayangkan apa yang terjadi dengan rumah tangga tadi. Alih-alih mendidik anak, setiap hari bisa perang urat syaraf. Si istri tidak bisa menjaga mulutnya, si suami pendendam dan pemarah. Inilah buah akhlak yang buruk dari pribadi-pribadi muslim yang menjalin rumah tangga. Semoga Allah menjaga kita darinya.
Memang, manusia tidak ada yang sempurna. Tidak ada aktivis dakwah yang sempurna karakternya. Oleh karena itu saya katakan, semakin baik pribadinya maka semakin baik pula kualitas rumah tangganya. Dengan demikian, menjadi wajib bagi diri kita untuk mengaca keadaan diri kita, karakter kita, sifat-sifat kita. Apakah mulut kita tidak terjaga, apakah kita pemarah, apakah kita pemalas, apakah kita pendendam, apakah akhlaq kita buruk. Kalau masih demikian, rubahlah karena itu bukan sifat ajaran Islam dan bergembiralah setelah engkau mampu mengubahnya. Bergembiralah karena insya Allah engkau berhasil dalam membina rumah tangga nantinya. Amin.
Sebaliknya,
Bayangkan jika ikhwan dan akhwat yang menjalin rumah tangga memiliki akhlak yang mulia, tidak sebatas itu, tetapi akhlak yang mulia dan melekat dalam jiwa. Subhanallah. Ajaran Islam telah menyatu dalam karakter mereka. Mereka tahu bagaimana harus bersikap ketika lahir seorang anak, mereka tahu bagaimana harus bersikap ketika ada perbedaan pendapat, mereka tahu bagaimana harus bersikap ketika ada sedikit perselisihan, mereka tahu bagaimana harus bersikap dalam mengatasi masalah perekonomian, mereka tahu bagaimana harus bersikap dalam menyikapi kekurangan dan kelemahan antara satu dengan yang lain, mereka tahu bagaimana metode mendidik seorang anak dan memikirkan masa depannya, mereka tahu bagaimana mereka harus bersikap secara Islami……
Yakinlah, insya Allah akan lahir generasi-generasi Rabbaniyyun yang muncul dari rumah-rumah syurga ini, suatu generasi masa depan,
pengisi kejayaan Islam yang gilang-gemilang.
(bersambung)
Nantikan tulisan berikutnya berjudul :
Ishlahun Nafs menuju Takwin Baitul Muslim (2)
Menghasilkan Generasi Rabbaniyyun
&
Takwin Baitul Muslim menuju Peradaban Yang Agung (1)
Penghasil Generasi Penghulu Para Syuhada’, Penggentar Dada Musuh-musuh Allah
Tulisan Ketika Ana Masih Mahasiswa
rewrite : 19 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bagus sekali
BalasHapus